Sabtu, 16 Juli 2011

I Love You, Mom!


Ketika melihat tivi, ada selingan iklan. Muncul balita sebagai model salah satu produk susu bayi, bilang ‘I love you, Mom!’ Ihh…gemes banget. Pernah nggak sih kamu bilang ke ortumu kayak gitu? Hmm.. jangan-jangan tiap hari malah berantem mulu, kali ye. Uppss, kamu bukan tipe anak durhaka kan? Semoga.

Banyak banget kejadian di sekeliling kita yang memberi contoh jelek, terutama perlakuan terhadap ortu. Dan yang paling parah adalah perlakuan buruk terhadap sosok ibu. Mulai berani membangkang terhadap perintahnya, membentak, hingga memukul ibu secara fisik. Hanya karena uang saku kurang, seorang anak bisa tega membentak, memarahi, bahkan memukul ibunya. Durhaka betul nih bocah. Belum lagi hanya karena ibunya berpendidikan lebih rendah dari dirinya, anaknya jadi malu mempunyai ibu yang bodoh. Naudzubillahi min dzalik.

Maraknya program tivi semisal Derap Hukum, Fakta, Brutal, Buser, Sergap dan tayangan sejenis lainnya, banyak sekali mengisahkan kejadian tragis seorang anak yang tega membunuh ortu kandungnya sendiri. Belum lagi bila kita perhatikan sekeliling kita, penuh dengan kejadian seperti itu di depan mata. Kenapa sih bisa muncul hal-hal yang tidak wajar seperti ini? Bukankah ortu adalah orang pertama yang harus kita hormati setelah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya?

Salah asuh

Eits…ini bukan judul roman yang ditulis oleh Marah Rusli itu lho. Salah asuh adalah pola didik salah yang diterapkan orangtua kepada anak. Ada atau bahkan banyak orangtua yang ketika menikah, belum siap menjadi orangtua. Menjadi seseorang yang kelak akan dipanggil ibu, mama, ummi, bunda atau sebutan apa pun bagi seseorang yang telah melahirkan kita. Begitu juga dengan sebutan bapak, ayah, papa, abi atau apapun sebutannya bagi seseorang yang ikut andil dalam keberadaan kita di dunia ini. Istilahnya sih semacam ‘urunan’ kalo kata orang Jawa dan saweran kalo kata orang Sunda tentang keberadaan ayah ini hehe. Mereka tak tahu bagaimana mendidik anak dengan baik dan benar. Pernikahan bagi mereka hanya dianggap satu fase yang harus dilalui oleh manusia tanpa pernah berpikir serius tentang cara mendidik anak-anaknya.

…tanpa dididik bahwa ini benar dan ini salah, anak akan menganggap bahwa apa yang dilakukannya adalah selalu benar…

Ketika anak nakal, dibiarkan saja. Ketika anak membangkang dan berani membentak ortu, dibilangnya masih kecil, entar juga bakal tahu sendiri. Padahal anak, tanpa dididik bahwa ini benar dan ini salah, dia akan menganggap bahwa apa yang dilakukannya adalah selalu benar. Jadilah ketika anak beranjak remaja, orangtua merasa kecolongan ketika anaknya menjadi sosok yang suka membantah dan tidak sopan terhadap orangtua.

Belum lagi faktor lingkungan. Seorang anak yang semula dididik dengan baik oleh ortunya di rumah, tapi ketika bergaul dengan temannya yang suka melawan ortunya, ia sangat mungkin untuk terpengaruh. Karena apa? Karena seringkali apa yang mereka dapat dari pergaulan lebih membekas daripada pendidikan dalam rumah. Jadilah anak meniru perilaku teman yang salah asuh tadi. Gawat kan?

Hal ini diperparah dengan tayangan-tayangan yang tidak mendidik, baik di sinetron atau pun program televisi yang lain. Anak berani sama ortu, mulai membentak hingga memukul seakan-akan menjadi hal yang lumrah dan biasa. Negara, yang seharusnya tanggap terhadap masalah ini, malah bungkam seribu bahasa. Ijin-ijin untuk tayangan merusak ini terus saja dikeluarkan tanpa mau peduli dengan masa depan generasi muda bangsa ini. Ciloko!

Sobat muda muslim, apapun adanya dirimu, tak ada alasan untuk berani dan bertingkah laku tidak sopan terhadap orangtua. Bagaimana pun mereka adalah orang yang ‘mengadakan’ kita di dunia, membesarkan, mendidik, dan menyayangi serta mengasuh kita. Tidak seharusnya kita hanya bisa menyalahkan ortu. Kita harus bisa mengingatkan mereka bila salah, dan mematuhinya bila diajak kepada kebenaran.

Kalo kamu adalah salah satu dari mereka yang memang salah asuh, jangan hanya bisa nyalahin ortu. Interospeksi diri. Karena kita punya akal untuk tahu mana yang benar dan salah. Berani sama ortu jelas bukan tindakan yang bisa dibenarkan. Kalo memang kondisinya seperti itu, segera nyadar dan bertaubat. Meski ortu cuma lulusan SD, tanpa mereka kamu nggak bakal ada. Meski ortu bikin kamu nggak pede, bukan alasan untuk bertindak semau gue. Ortu tetap sosok yang patut mendapat cinta dan hormat kita, tak peduli apa latar belakang dan pendidikannya. Selama mereka berdua mengajak kebenaran, why not? Bahkan ketika mereka mengajak kepada kemungkaran pun kita tidak boleh berlaku kasar padanya. Cukuplah mengingatkan dengan cara yang ma’ruf, yaitu baik dan sopan. Mau kan? Kudu banget dong ya. Biar ahsan.

…Ortu tetap sosok yang patut mendapat cinta dan hormat kita, tak peduli apa latar belakang dan pendidikannya. Selama mereka berdua mengajak kebenaran…

Mau rukun sama ortu?

Banyak cara agar bisa akur dan rukun sama ortu. Misalnya, mulai kenali dulu kebiasaan-kebiasaan beliau berdua, ambil simpatinya. Nggak ada salahnya juga jika kamu ambilin ayahmu minum sepulang lelah bekerja atau bahkan mijitin pundaknya. Kepada bunda yang sudah melahirkan kamu bisa memberi kejutan tiba-tiba dengan ngasih kado meski sederhana. Dijamin deh, mereka berdua bakal makin sayang sama kamu. Mereka yang semula agak keberatan kamu pake jilbab jadi luluh hatinya. Yang semula khawatir anaknya ikut kelompok pengajian karena isu teroris jadi makin getol malah berbalik nyuruh anaknya ngaji karena sudah tahu hasilnya. Ortu mana yang nggak makin sayang sama anaknya kalo ngaji itu ternyata membawa perubahan positif pada diri anaknya dan keluarga.

Hal lain yang bisa kamu lakukan dengan ortu adalah komunikasi. Tanpa diminta, tak ada salahnya kok kamu menceritakan tentang teman-teman kamu di sekolah atau di pengajian. Terutama nih yang bisa dijadikan teladan sama kamu dan ortumu. Misal, si Anto yang prestasinya bagus banget padahal doi aktif di rohis. Trus bagi cewek juga gitu. Tuh si Sari yang meski pake kerudung dan jilbab tapi bahasa Inggris-nya ngejos. Belum lagi prestasinya di lomba karya ilmiah remaja, jadi pemimpin OSIS lagi. Tapi ngaji dan dakwahnya juga pol. Wuih, keren kan?

Eh, tapi bagi cowok, sebaiknya contoh-contoh yang kamu berikan juga tentang temen cowok dong. Begitu juga dengan cewek, lebih baik cerita prestasi yang udah dicapai temen cewekmu. Bukan apa-apa sih, khawatirnya kalo kamu banyak cerita tentang lawan jenismu, entar ortumu malah bingung ngira kalo kamu lagi naksir dan pingin pacaran hehe. Berabe dong kalo gini. Tapi it’s okay sih kalo kamu bisa menyampaikannya dengan proporsional, juga nggak masalah kok. Bahkan bisa sekalian jelaskan ke ortu gimana Islam menyikapi tentang pacaran. Asyik kan, sekali rengkuh dayung, dua-tiga hari capeknya masih kerasa, eh, maksudnya dua or tiga pulau terlampaui.

Begitu juga dengan kamu, para cewek yang kemungkinan bakal perang dingin sama ortu karena keputusanmu untuk memakai jilbab dan kerudung. Saya juga dulu pernah ngerasain yang seperti itu. Didiamkan ortu dan diboikot seluruh keluarga karena memutuskan menutup aurat di saat usia sekolah. Meski sedih, tapi nggak boleh dong jadi benci or berani sama ortu hanya karena berbeda pendapat tentang sesuatu. Tenang aja lagi.

Malah moment ini sebetulnya jadi ajang kita untuk berdakwah dan menjelaskan pada mereka bahwa Islam itu indah. Tetap sapa ortu dan keluarga kita. Tetap hormati dan patuhi selama tidak bertentangan dengan aturan Allah. Bahkan tunjukin bahwa pemahaman Islam yang akhirnya mengantarkan kita berjilbab, seharusnya bisa membuat kita makin cinta sama ortu. Betul?

Kamu yang dulunya tiap pergi dan pulang ke rumah nggak pernah mengucap salam, eh... sekarang jadi sopan dengan selalu mengucap salam. Lebih bagus lagi kalo kamu mencium tangan ibu bapakmu sebelum berangkat sekolah. Canggung? So, pasti. Karena semua itu memang berawal dari kebiasaan. Saya dulu juga gitu kok. Tapi yakin deh, lama-lama ortu jadi terharu dan bakal makin sayang sama kita. Apalagi ada bonus tambahan pake cipika-cipiki sama ortu di moment tertentu. Lebaran misalnya. Ditanggung bakal basah mata ortumu karena terharu.

…Banyak cara agar bisa akur dan rukun sama ortu. Misalnya, mulai kenali dulu kebiasaan-kebiasaan beliau berdua, ambil simpatinya…

Wah… malu dong kalo cowok cipika-cipiki sama ortu. Kata siapa? Itu kan masalah kebiasaan saja. Pernah lihat di tivi nggak, orang bule yang bukan muslim mencium pipi mamanya? Kalo mereka bisa menunjukkan sikap sayang ke mamanya sedemikian rupa, kenapa kita nggak? Kakak cowok saya aja, semakin doi belajar Islam semakin sering mencium pipi ibu. Saya aja yang anak cewek nggak sebegitunya, jadi ngiri hehe…

Kenapa sih harus baik sama ortu?

Selain memang perintah Islam untuk selalu berbuat baik pada orang tua kita, nggak ada jeleknya sama sekali kok kamu baik dan menunjukan perhatian ke ortu kamu. Bahkan banyak untungnya daripada mudharatnya. Meski bukan karena untung ini kamu melakukan kebaikan sama ortu. Paham kan maksudnya?

Jangan kayak Madonna yang hubungan dengan mamanya aja nggak harmonis. Di salah satu wawancara tivi, doi menyalahkan mamanya yang telah membuatnya menjadi remaja tak bahagia sebelum akhirnya tenar seperti sekarang. Atau seperti artis ibukota yang tak mau mengakui ayah kandungnya karena dianggapnya telah menyakiti hati ibunya dan juga dirinya sendiri. Atau seperti tetangga saya yang merasa ibunya salah asuh dan mendidik dirinya dengan tidak benar, hingga tega mau menukar tambah dengan orang lain. Duile emangnya panci bisa ditukar tambah, Non?

Sobat muda muslim, jangan sampai kita menjadi seseorang seperti contoh yang di atas itu. Apapun yang dilakukan oleh kedua orang tua kita, mereka tetap layak mendapat penghormatan dan kasih sayang dari kita, anak-anaknya. Bahkan, kewajiban kitalah untuk menasihati dengan cara lemah lembut dan sopan bila mereka tidak tahu tentang hukum-hukum Allah. Ketika kita dilarang pake jilbab, nggak boleh ngaji, itu semua bukan karena ortu nggak sayang kita lagi. Tapi murni karena faktor ketidakpahaman dan salah persepsi tentang jilbab dan anak ngaji.

Bukan salah ortu kita 100% karena di sini peran lingkungan dan negara juga turut andil dalam persepsi yang dipunya masyarakatnya. Ledakan bom yang terjadi selalu dikaitkan dengan aktivis jamaah Islam. Jilbab seringkali diidentikkan dengan busana Arab dan sesuatu yang kuno dan tidak modis. Tulalit kan?

…Apapun yang dilakukan oleh kedua orang tua kita, mereka tetap layak mendapat penghormatan dan kasih sayang dari kita, anak-anaknya…

Jadi sekali lagi, jangan menyerah dalam memahamkan ortu ya. Saya aja dulu butuh waktu tahunan untuk membuat ortu dan keluarga bisa menerima bahwa jilbab dan aktivitas ngaji tidak menghalangi kita untuk berprestasi. Sebaliknya, pemahaman Islam yang benar akan membuat kita semakin sayang dan menghormati ortu. Jadilah, mereka tidak keberatan lagi dan bahkan menjadi pendukung utama aktivitas ngaji dan dakwah kita. Tidak berhenti di situ saja, mereka juga mulai memahami Islam dengan lebih baik dan mengamalkannya. Lebih asyik lagi ketika mereka juga turut andil dalam mendakwahkan Islam ke keluarga besar dan lingkungan sekitar rumah. Wihhh…senang nggak sih?

Itu semua nggak bakal kita dapat bila kita cuek terhadap ortu. Mereka pun akan sangat sedih bila anaknya menjaga jarak. Coba tanya kalo nggak percaya ke ortu kamu masing-masing di rumah. Mereka ingin memahami dunia anak-anaknya yang memang sudah berbeda banget dengan jaman mereka waktu masih remaja dulu. Nah, tugas kamulah untuk menjembatani dunia mereka dengan duniamu. So, mulai saat ini, detik ini, tekadkan dengan kuat di dalam hatimu untuk selalu menyayangi ortu dan membahagiakannya. Karena apa? Karena memang Islam menyuruh kita demikian. Miliki motto bagus untuk ortumu; “Anak ngaji, kudu peduli karena Islam menyuruh kita berbakti”. Ayo buktikan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar